Menakar Strategi Krakatau Steel ketika Indonesia Kebanjiran Baja Impor

Suparjo Ramalan
Presiden Joko Widodo saat meresmikan pabrik baja lembar panas ke-2 atau hot strip mill #2 (HSM2) milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, di Cilegon, Banten, pada  21 September 2021. (Foto: dok vozpublica)

JAKARTA, vozpublica.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki keyakinan Indonesia tak akan lagi mengimpor baja, karena memiliki pabrik baja berteknologi mutakhir yang belum pernah ada sebelumnya. 

Keyakinan itu, disampaikan Jokowi ketika meresmikan pabrik baja lembar panas ke-2 atau hot strip mill #2 (HSM2) milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, di Cilegon, Banten, pada 21 September 2021. Pabrik HSM2 yang dibangun sejak tahun 2016 itu, menggunakan teknologi canggih dan hanya dimiliki dua negara di dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.

Tidak mengherankan jika presiden begitu optimistis kehadiran pabrik baru Krakatau Steel yang menelan investasi sebesar Rp 7,5 triliun tersebut, mampu memenuhi kebutuhan baja dalam negeri, sehingga tak perlu lagi mengimpor baja.

“Dengan beroperasinya pabrik ini, kita akan dapat memenuhi kebutuhan baja dalam negeri, jadi nggak ada lagi impor-impor yang kita lakukan," ungkap Presiden saat peresmian pabrik HSM2 Krakatau Steel. 

Pabrik milik emiten bersandi saham KRAS itu, disebut-sebut mampu menghasilkan hot rolled coil (HRC) kualitas premium dengan kapasitas produksi mencapai 1,5 juta ton per tahun, bahkan terus ditingkatkan ke level 4 juta ton per tahunnya. Sekalipun, HRC diutamakan mengisi pangsa pasar khusus, salah satunya industri otomotif.

Kini 2 tahun sudah pabrik HSM2 Krakatau Steel diresmikan. Selama dua tahun beroperasi, mampukah pabrik ini berproduksi maksimal untuk menekan volume baja impor? 

Mantan direktur Utama KRAS, Silmy Karim, menjelaskan untuk meminimalisir impor, Krakatau Steel terus meningkatkan kapasitas produksi, salah satunya dilakukan dengan mengoperasikan pabrik hot strip mill 2 yang diproyeksikan sanggup memproduksi HRC 1,5 juta ton per tahun.

Sedangkan untuk mempercepat kapasitas produksi, lanjutnya, Krakatau Steel juga akan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tambahan pada 2025, serta memproduksi turunan baja yang sudah dimulai pada 2022 lalu. 

Dia memaparkan, secara kualitas produk-produk yang dihasilkan perseroan sudah bisa bersaing dengan produk asing. Masalah yang terjadi adalah banyak importir yang melakukan kecurangan dalam proses impor untuk mendapatkan keuntungan sehingga mengorbankan industri baja dalam negeri. 

Aksi kecurangan ini, lanjutnya, menjadi perhatian manajemen Krakatau Steel untuk terus memperbaiki layanan dan kualitas produk baja, bahkan bisa bersaing secara harga. 

"Upaya perbaikan terus dilakukan agar pengguna besi dan baja nasional dapat beralih ke produk domestik, sehingga secara perlahan-lahan impor baja bisa ditekan," ungkap Silmy Karim.

Menakar strategi Krakatau Steel tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengatakan operasional pabrik HSM2 bisa menahan laju impor baja, terutama jenis HRC. 

"Meski demikian, volume logam paduan asal negara asing belum dapat dicegah penuhnya," ujar Tauhid, kepada vozpublica,id, di Jakarta, Rabu (23/8/2023). 

Tauhid mengungkapkan, konsumsi baja nasional pada 2022 berada di kisaran 16 juta ton, bahkan diperkirakan naik menjadi 17 juta ton hingga akhir 2023. Tren kenaikan ini seiring dengan pengerjaan proyek strategi nasional (PSN), pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, dan kebutuhan atas proyek infrastruktur serta energi yang digarap pihak swasta. 

"Walaupun permintaan pasar meningkat, kebutuhan logam dasar justru belum seluruhnya dapat dipasok oleh produsen baja di Tanah Air, termasuk Krakatau Steel," kata Tauhid.

Dia memaparkan, Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) telah memprediksi produksi baja di dalam negeri sepanjang tahun ini mencapai 15,8 juta ton. Perkiraan itu menunjukkan masih ada selisih antara permintaan dan jumlah pasokan baja di dalam negeri. Hal tersebut juga mendorong beberapa perusahaan atau kontraktor mengambil jalur alternatif dengan cara impor agar bisa memenuhi kebutuhannya. 

"Tidak cukup karena kebutuhan (baja) 2022 bisa mencapai 16-18 juta ton (2022), namun kita impor 6,56 juta ton," ujar Tauhid.

Editor : Jeanny Aipassa
Artikel Terkait
Bisnis
2 tahun lalu

Krakatau Steel (KRAS) Cetak Laba Bersih Rp353 Miliar di 2022 

Nasional
1 hari lalu

Roy Suryo Orasi Berapi-api: Jokowi dan Kroninya Harus Kita Giring Masuk KPK

Nasional
1 hari lalu

Jokowi Gaungkan Dukungan Prabowo-Gibran 2 Periode, Pengamat Singgung Upaya Dinginkan Suasana

Nasional
1 hari lalu

Politisi PDIP: Jokowi Takut Karier Politik Gibran Berakhir

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program vozpublica.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal