JAKARTA, vozpublica.id - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menilai kenaikan tarif cukai hasil tembakau berdampak negatif bagi industri rokok. Ujungnya, pekerja terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kenaikan tarif cukai dan HJE (harga jual eceran) ibarat agenda tahunan yang mencekik IHT (industri hasil). Beleid tersebut berimbas pada pengurangan produksi khususnya industri sigaret kretek tangan (SKT) dan berdampak pada efisiensi tenaga kerja," ujar Ketua FSP RTMM-SPSI, Sudarto, Minggu (4/10/2020).
Selama 10 tahun terakhir, 63 ribu pekerja IHT terpaksa kehilangan pekerjaan. Jumlah pelaku industri rokok juga berkurang dari 4.700 unit menjadi 700 unit saja per akhir 2019.
Kerugian di sektor IHT ini, menurut dia, tidak hanya dipicu oleh kenaikan cukai. Sektor IHT tengah menghadapi regulasi yang menghambat keberlangsungan industri tembakau seperti kenaikan HJE, rencana revisi PP 109/2012, dan rencana ekstensifikasi cukai.
"Kami setiap tahun selalu mendorong agar kenaikan cukai moderat dan kalau memungkinkan berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi," katanya.
Dia berharap pemerintah menjaga kelangsungan IHT dan industri makanan minuman demi menjaga kelangsungan hidup jutaan penduduk dan keluarganya yang bekerja di sektor tersebut.
"Regulasi yang dibuat pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama tenaga kerja. Untuk sektor SKT, sebaiknya dilindungi sebagai produk asli Indonesia," ujarnya.