Get vozpublica App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : WAMI Tetap Akan Pungut Royalti walau Ari Lasso Gratiskan Lagunya ke Penyanyi Lain
Advertisement . Scroll to see content

Gaduh Polemik Royalti Musik Berujung Desakan Audit LMKN

Rabu, 20 Agustus 2025 - 17:19:00 WIB
Gaduh Polemik Royalti Musik Berujung Desakan Audit LMKN
Polemik pembayaran royalti musik menuai kontroversi dan membuat gaduh publik belakangan ini. (Foto: Ilustrasi/Ist)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, vozpublica.id - Polemik pembayaran royalti musik menuai kontroversi dan membuat gaduh publik belakangan ini. Hal ini membuat sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang takut memutar musik karena ancaman tagihan pembayaran royalti.

Tak hanya itu, para musisi juga bersuara terkait sistem pembayaran royalti yang tidak sesuai. Kebijakan baru ini menyisakan beberapa permasalahan, salah satunya soal peran dan kerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Praktisi hukum sekaligus musisi, Deolipa Yumara menyoroti peran LMKN. Dia pun meminta agar LMKN diaudit demi transparansi. 

Sebab, menurut dia, LMKN merupakan perpanjang tangan negara dalam mengurus royalti musik, meskipun nonstruktural di bawah Kementerian Hukum (Kemenkum).

“Mereka ini non-struktural, tapi diberikan hak secara institusi untuk melakukan kolektif, kolektif terhadap royalti, musik. Ciptaan lagu maupun musik kan mereka diberikan hak untuk mengkolektif. Mereka adalah wakil dari negara. Karena diatur secara undang-undang,” ujar Deolipa kepada wartawan, Rabu (20/8/2025).

Deolipa menilai, sistem pengelolaan royalti banyak menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Di mana, banyak musisi dan pencipta lagu mengeluh lantaran menerima royalti dalam jumlah kecil, padahal penarikan dari berbagai sektor hiburan terbilang besar.

“Akhirnya ada teriakan-teriakan dari pencipta lagu yang katanya cuma terima pembayaran sebagai pencipta lagu kecil, cuma Rp700.000 selama setahun ya, ada yang Rp200.000. Nah, sementara LMKN ini menerima atau menagih kepada hampir semua usaha-usaha entertain,” tuturnya.

“Bioskop ditagih, kemudian mall ditagih, hotel ditagih, lembaga-lembaga perjalanan yang bikin musik ditagih, semuanya ditagih, bahkan cafe-cafe ditagih,” ucapnya.

Lebih lanjut, Deolipa menyinggung perkara kasus Mie Gacoan dengan LMKN. Dalam kasus itu, tagihan terhadap Mie Gacoan dalam satu periode Rp2,4 miliar. Dia mempertanyakan transparansi pengelolaan dana tersebut dan mendesak LMKN diaudit demi transparansi publik. 

“Pertanyaannya, uangnya kemana? Publik berhak tahu. Makanya saya minta supaya ini diaudit. Sama seperti Ari Lasso juga minta LMKN diaudit,” katanya.

Dia juga menyoroti masih adanya kelemahan dalam segi regulasi, pengawasan, dan praktik di lapangan. Ia menduga praktik pelaksanaan pengelolaan royalti oleh LMKN masih semrawut.

“Regulasinya juga jadi lemah, kemudian pengawasannya juga kelihatannya kongkalikong, kemudian praktiknya juga lemah, penagihannya juga lemah. Hanya target-target tertentu saja tampaknya, kan,” ujarnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Deolipa mendorong pemerintah dan DPR membuat undang-undang baru yang lebih detail soal tata kelola royalti. 

“Jadi, ini perlu adanya undang-undang baru. Konkretnya. Karena undang-undang lama ternyata, undang-undang yang sekarang berlaku, yang positif ini, ternyata tidak bisa meng-cover apa-apa yang menjadi kepentingan para pihak, ya, di dunia penciptaan lagu dan di dunia royalti,” katanya.

Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga sempat meminta agar ada audit terhadap Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Hal itu ditujukan agar terwujudnya transparansi dari pembayaran royalti.

“Royalti, khusus royalti, ini lagi kita mau kumpulkan LMKN dan LMK-nya. Saya sudah lapor, kita akan minta supaya akan ada audit baik LMK-nya maupun LMKN-nya. Supaya transparansi terkait dengan pembayaran royalti itu betul-betul sesuai dengan tuntutan,” ucap Supratman beberapa waktu lalu.

Supratman menjelaskan, audit bukan diartikan pemerintah mencari pembenaran atau mencari ‘kambing hitam’ dari sengkarut royalti musik. Namun, kata dia, audit itu semata-mata dilakukan agar ditemukan solusi paling tepat.

“Karena tuntutan publik juga tidak salah, ya. Karena terkait dengan transparansi penggunaan sistem. Berapa yang dipungut, bagaimana penyalurannya. Nah, karena itu hanya mekanisme audit yang bisa memberi kita gambaran seperti itu,” katanya.

Saat disinggung perihal kans mmebuat regulasi baru untuk menyelesaikan polemik royalti musik, Supratman hanya menegaskan, pemerintah ingin mencari solusi bersama melibatkan stakeholder terkait. 

Editor: Aditya Pratama

Follow WhatsApp Channel vozpublica untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
vozpublica Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program vozpublica.id Network. Klik lebih lanjut