JAKARTA, vozpublica.ID - Parlemen Israel menggelar pemungutan suara untuk membubarkan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Isu ini makin panas setelah muncul dugaan Amerika Serikat ikut campur dengan mendukung kubu oposisi.
Parlemen Israel atau Knesset menggelar voting untuk menentukan nasib koalisi pemerintahan Netanyahu. Penentuan kini ada di tangan anggota parlemen dari kelompok Yahudi ultra-Ortodoks yang kecewa terhadap Netanyahu.
Kekecewaan itu dipicu oleh kebijakan wajib militer yang diberlakukan terhadap mahasiswa ultra-Ortodoks. Sebelumnya, mereka mendapat pengecualian berdasarkan undang-undang. Namun, Mahkamah Agung Israel membatalkan perlindungan itu sejak 2017 dan pada Juni 2024 memerintahkan agar kelompok tersebut juga ikut menjalani dinas militer.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel sebelumnya menyatakan bahwa 50 persen pemuda ultra-Ortodoks akan diwajibkan ikut dinas militer. Kebijakan ini menjadi sumber ketegangan antara koalisi pemerintah dan kelompok agama yang selama ini mendapat perlakuan khusus.
Di tengah ketegangan ini, beredar kabar bahwa Amerika Serikat mendorong kelompok ultra-Ortodoks mendukung oposisi untuk membubarkan pemerintahan Netanyahu. Tuduhan ini langsung dibantah oleh Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee.
Huckabee lewat pernyataan di media sosial menegaskan, AS tidak pernah berusaha memengaruhi anggota parlemen, dan menghormati hak Israel dalam menentukan arah pemerintahannya sendiri. Dia menyebut laporan media yang menuduh sebaliknya adalah tidak benar dan menyesatkan.
Editor: Mu'arif Ramadhan