JAKARTA, vozpublica.id - Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati saat memberikan sambutan dalam acara Workshop Persiapan Kerja Sama Teknis Proyek Pengelolaan PCBs fase ke-2 di Jakarta, Senin (20/5/2024).
Indonesia telah memiliki fasilitas clean technology (teknologi bersih) pemusnahan PCBs non-thermal yang ramah lingkungan. Fasilitas yang telah beroperasi ini ada di PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) selaku Operating Entity yang ditunjuk oleh pemerintah.
Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan bahwa di antara faktor pendorong terkelolanya limbah PCBs adalah munculnya suatu ekosistem yang memungkinkan tersedianya support system bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan PCBs, yaitu one-stop PCBs management solution yang dimotori oleh PPLI.
"Hingga saat ini jumlah limbah PCBs yang telah diolah pada fasilitas yang berada di PPLI sebanyak 228 ton. Jumlah tersebut berasal dari 7 perusahaan yaitu sektor energi diantaranya 3 unit induk distribusi PT PLN, sektor manufaktur ada Goodyear Indonesia, Suzuki Indomobil Motor, dan Katolec Indonesia. Sedangkan dari sektor jasa ada Petrokimia Gresik. Kami mengharapkan agar perusahaan yang menghasilkan PCBs untuk dapat mulai melakukan inventarisasi dan identifikasi PCBs yang dimilikinya", ujar Rosa.
Dalam laman resmi KLHK dijelaskan PCBs sendiri adalah senyawa yang sangat berbahaya dan beracun yang saat ini masih terdapat pada trafo dan kapasitor listrik, terutama pada minyak dielektrik (oli) yang terkandung di dalam kedua peralatan tersebut. PCBs telah terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker (karsinogenik), kerusakan syaraf, gangguan sistem pencernaan, memicu kemandulan dan ketidakseimbangan hormon. Dalam dosis yang tinggi, PCBs dapat menyebakan kematian dan keracunan massal sebagaimana yang terjadi di Jepang pada tahun 1968.
PCBs mampu mencemari tanah, air dan udara mulai dari puluhan tahun hingga waktu yang tidak diketahui karena tidak dapat hancur secara alami. PCBs juga mencemari rantai makanan karena bersifat bioakumulatif dan biomagnifikasi. Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian LHK mengungkap cemaran PCBs di Sungai Citarum, Ciliwung dan Cisadane. PCBs telah mencemari puluhan jenis ikan konsumsi di sungai dan pesisir laut Indonesia, bahkan telah terdeteksi pada air susu ibu di beberapa kota di Jawa dan Sumatera.
Editor: Yudistiro Pranoto