JAKARTA, vozpublica.id - Salah satu kendala dalam penggunaan kendaraan listrik adalah waktu charging alias isi daya baterai yang lama. Solusinya adalah memanfaatkan pengisian daya cepat alias fast charging atau ultra fast charging (UFC).
Keunggulan menggunakan fast charging mobil listrik bisa mengisi penuh baterai kurang dari satu jam. Namun, banyak yang percaya jika sering dilakukan bisa membuat baterai cepat rusak alias berumur pendek. Benarkah?
Product Planning SGMW Motors Indonesia (Wuling), Danang Wiratmoko mengatakan pemakaian fast charging pada mobil listrik memang berpotensi menurunkan kualitas baterai. Penurunan akibat penggunaan fast charging tidak hanya terjadi di mobil listrik, tapi juga barang elektronik lain seperti handphone.
"Klaim itu benar, risiko itu memang terjadi di semua baterai berbasis lithium yang bisa diisi ulang," ujar Danang di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Dia menjelaskan akibat muatan arus listrik yang dialirkan sangat besar menyebabkan peningkatan suhu pada baterai. "Apakah mengurangi masa pakai baterai? Iya, dan itu akan terasa signifikan jika (mengisi fast charging) menjadi sebuah kebiasaan. Makanya ada istilah bateri menggelembung," kata Danang.
Sebab itu, dia menyarankan untuk mengisi baterai mobil listrik di rumah. Hal tersebut akan membuat baterai kendaraan lebih awet.
Sebagai pencegahan, kata Danang, Wuling telah mengembangkan teknologi regulasi temperatur supaya kenaikan suhu pada baterai bisa diminimalkan melalui cairan yang dikontrol secara cerdas lewat komputerisasi atau hembusan udara. Ada pula teknologi yang bisa memutus secara otomatis (cut off) apabila baterai sudah penuh atau suhu meningkat. Fitur ini selain untuk menjaga baterai tidak cepat rusak juga untuk keamanan.