TEHERAN, vozpublica.id - Amerika Serikat (AS) berupaya menghidupkan kembali perundingan nuklir dengan Iran. Namun Iran tak ingin terburu-buru mengambil keputusan, menerima atau menolak.
Iran merasa ditipu oleh AS setelah serangan terhadap tiga fasilits nuklir pada 22 Juni lalu, padahal kedua negara sedang berunding. Belajar dari serangan tersebut, Iran merasa tidak ada jaminan perundingan nuklir membebaskan program nuklirnya dari gangguan.
"Amerika bersikeras untuk kembali ke meja perundingan," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Araghchi, dikutip dari Bloomberg, Senin (14/7/2025).
Dia menambahkan, Iran telah mendapat banyak pesan soal perundingan tersebut. Pemerintah, lanjut dia, sedang mempertimbangkan pilihan terkait waktu, lokasi, dan struktur perundingan potensial, namun tidak akan terburu-buru untuk memulainya kembali.
Araghchi menjadi juru runding utama Iran dalam negosiasi nuklir dengan AS yang dimediasi Oman. Sebelumnya kedua negara sudah melakukan perundingan lima putaran, namun berhenti total setelah Israel melancarkan serangan pada 13 Juni lalu.
Serangan tersebut menewaskan beberapa pejabat tinggi militer dan nuklir Iran. Meski kehilangan beberapa ahli, Iran tetap bertekad melanjutkan program nuklir sipilnya.