TOKYO, vozpublica.id - Anggota majelis tinggi parlemen Jepang Muneo Suzuki mendesak pemerintah Amerika Serikat (AS) meminta maaf kepada negaranya karena menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945. Selama ini AS tak pernah meminta maaf atas tragedi tersebut.
"Tahun lalu, KTT G7 diadakan di Hiroshima. Saat itu Presiden (Joe) Biden seharusnya mengatakan, fakta bahwa Amerika Serikat telah menggunakan senjata nuklir, yang tidak bisa diterima untuk digunakan, adalah salah, dan dia seharusnya meminta maaf kepada rakyat Jepang dari lubuk hatinya," kata Suzuki, dalam wawancara bersama Sputnik, Jumat (9/8/2024).
Dia menegaskan, AS seharusnya mengucapkan satu kata maaf saja karena telah menjatuhkan bom atom yang merenggut ratusan ribu nyawa, namun tak pernah terjadi.
"(Mereka) Tidak pernah meminta maaf. Mereka harus meminta maaf," katanya.
Dia juga mendesak Perdana Menteri Fumio Kishida menggunakan upaya diploma untuk memaksa AS meminta maaf. Apalagi, Kishida mengatakan berasal dari Hiroshima dan merasakan dampak dari serangan tersebut.
"Fumio Kishida sering mengatakan dia adalah perdana menteri dari Hiroshima, yang menderita akibat senjata nuklir. Namun, Amerika Serikat-lah yang membuat Hiroshima menderita akibat senjata nuklir. Dia harus memberi tahu Amerika bahwa mereka harus meminta maaf kepada rakyat Jepang," ujarnya.
Menurut Suzuki, tahu depan adalah momentum karena peringatan bom atom telah memasuki 80 tahun, sehingga AS harus dipaksa meminta maaf.
Pilot pesawat pengebom AS menjatuhkan bom atom di dua kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki, masing-masing pada 6 dan 9 Agustus yang menandai berakhirnya Perang Dunia II. Ledakan itu menewaskan sekitar 140.000 dari total 350.000 orang penduduk Hiroshima. Sementara korban tewas di Nagasaki mencapai sekitar 74.000 jiwa. Sebagian besar korban bom atom adalah warga sipil.