KATHMANDU, vozpublica.id - Gelombang demonstrasi di Nepal yang berakhir ricuh hingga menewaskan lebih dari 20 orang membuat kelompok-kelompok pemuda gen Z mendesak militer turun tangan. Mereka meminta Angkatan Bersenjata Nepal menerapkan jam malam di sejumlah wilayah untuk melindungi warga dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
Meski protes awalnya digelar damai dengan tuntutan transparansi, akuntabilitas, serta pemberantasan korupsi, aksi massa berubah menjadi tragedi. Puluhan gedung pemerintah termasuk parlemen dan Mahkamah Agung dibakar, sementara tim pemadam kebakaran bahkan dihalangi keluar markas saat api membesar.
Dalam pernyataan resmi berjudul “Demo Gen Z: Klarifikasi tentang Gerakan Damai dan Vandalisme Properti Publik”, para pemimpin kelompok pemuda menegaskan mereka tidak terlibat dalam kerusuhan. Justru, aksi damai ditunggangi kelompok oportunis dan partai politik yang ingin memutarbalikkan tujuan demonstrasi.
“Gerakan kami tidak menerima kelompok oportunis atau anggota partai politik yang mencoba membajak atau memutarbalikkan tujuan. Kami tidak butuh mereka sebelumnya dan sekarang,” bunyi pernyataan.
Kerusuhan ini dipicu kebijakan pemerintah memblokir media sosial, diperparah dengan kekecewaan generasi muda terhadap ekonomi yang lesu, sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri, serta maraknya korupsi.
Desakan agar militer turun tangan menandai semakin besarnya tekanan terhadap pemerintah, yang dianggap gagal mengendalikan situasi maupun merespons tuntutan generasi muda.