JAKARTA, vozpublica.id - Para pedagang pasar dan kelontong yang tergabung Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) dan Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI), kompak menolak wacana aturan larangan penjualan rokok di dekat sekolah. Mereka menilai hal itu akan menghambat ekonomi kerakyatan.
Wakil Ketua Umum PPKSI, Hamdan Maulana mengatakan omzet harian yang dihasilkan dari berjualan rokok mencapai Rp7 juta. Angka tersebut pun bisa hilang imbas larangan tersebut.
"60 persen total rata-rata pendapatan harian pedagang toko kelontong di Indonesia berasal dari penjualan rokok dengan kisaran omzet harian sebesar Rp6-7 juta," tutur Hamdan dalam jumpa pers bersama APARSI di bilangan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024).
Hamdan menjelaskan, aturan yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan itu dapat berakibat diskriminasi pedagang kecil. Maka dari itu, ia meminta Presiden Jokowi untuk tidak menandatangani RPP Kesehatan yang dapat memberikan dampak negatif bagi jutaan pedagang kecil di seluruh Indonesia.
"Bagaimana nasib para pedagang kelontong yang dari dulu sudah memiliki warung di dekat. sekolah? Apakah mereka harus dipaksa pindah? Kalau aturan ini disahkan, maka omset para pedagang tersebut akan anjlok. Bagi kami, aturan ini sangat diskriminatif," ucap Hamdan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum APARSI, Suhendro menjelaskan aturan larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter tersebut mustahil untuk diterapkan. Dia mengatakan, masih banyaknya warung dan pasar yang berjualan di sekitaran sekolah atau tempat bermain anak.
"Jika disahkan, aturan ini akan menimbulkan domino effect yang dapat mengancam keberlangsungan seluruh pedagang kecil di Indonesia," kata Suhendro.